Pengertian
Upacara pawintenan adalah upacara mensucikan seseorang
oleh Nabe yaitu Sulinggih Dwijati yang sudah berwenang melakukan pawintenan.
Berwenang melakukan pawintenan, berdasarkan panugrahan (ijin) dari Nabe
Sulinggih itu, atas pertimbangan kemampuan spiritual yang tinggi (jnyana),
lamanya mediksa, dan pertimbangan-pertimbangan lain-lain.
Kata mawinten berasal dari dua kata dalam bahasa kawi
yakni: mawa, dan inten. Mawa artinya: menjadi, dan inten artinya suci,
bercahaya, dan sakral. Dari pengertian ini terkandung makna bahwa seseorang
yang sudah mewinten diharapkan menjadi suci, berkharisma, dan sakral sehingga
patut mendapat kedudukan sosial di masyarakat sebagai seorang ekajati. Ekajati
artinya kelahiran yang pertama; bila dikemudian hari mediksa, ia akan menjadi
seorang dwijati atau kelahiran yang kedua.
Siapakah yang boleh mawinten ?
Semua orang terutama yang sudah memasuki masa
wanaprastin asrama. Wanaprastin asrama adalah masa seseorang sudah melewati
gryahasta asrama yaitu masa berkeluarga, atau sudah mempunyai istri, dan
anak-anak. Ketika anak-anaknya sudah mandiri, disitulah saatnya ia memasuki
masa wanaprastin. Biasanya sudah berusia 50 tahun keatas.
Siapakah yang wajib mawinten ?
- Yang belajar Weda, membuat banten, mekidung, wajib mawinten dengan tataban banten Saraswati.
- Yang menjadi pemangku di Sanggah Pamerajan, pregina tarian sakral, undagi, pengayah Sulinggih, wajib mawinten dengan tataban banten Bebangkit.
- Yang menjadi pemangku di Pura atau Kahyangan Tiga, Jero Gede, Jero Bhawati, Jero Dalang, wajib mawinten dengan tataban banten Catur.
Makna banten tataban pawintenan
Banten tataban pawintenan bermakna sebagai penuwur Ida
Bhatara yang dimohonkan sebagai pemberi kewenangan dan pesaksi atas upacara
pawintenan. Bila menggunakan banten Saraswati, kita memohon kehadiran Bhatari
Saraswati sebagai shakti Brahma. Bila menggunakan banten Bebangkit kita memohon
kehadiran Bhatari Durga sebagai Dewi Uma, shakti Bhatara Siwa. Bila menggunakan
banten Catur kita memohon kehadiran Bhatara Catur Dewata yakni: Ishwara,
Brahma, Mahadewa, dan Wisnu. Makin tinggi tingkat tataban pawintenannya, maka
makin beratlah kewajibannya melaksanakan yama dan niyama brata. Mengenai
pengertian yama-niyama brata, harap baca tulisan saya tentang Satyam, Siwam,
Sundaram.
Urutan upacara pawintenan
- Sudah melakukan upacara manusa yadnya lengkap bagi pasangan yang mawinten
- Nyumbah kedua orang tua yang masih hidup. Ini dilakukan karena bila nanti sudah mawinten dia tidak boleh nyumbah layon (bila ortunya meninggal dunia)
- Mapiuning dan nunas panugrahan di Sanggah Pamerajan dan di Pura-Pura yang dipandang perlu
- Mejauman ke Nabe yang akan melaksanakan upacara pawintenan
- Urutan Upacara pawintenan
- Mabeakala, tujuannya: mensucikan stula dan atma sarira tahap pertama.
- Mapetik (mepotong rambut), tujuannya: mensucikan stula sarira, dan memberi tanda adanya peningkatan status sebagai manusia yakni dari seorang walaka menjadi seorang ekajati.
- Merajah, tujuannya: menstanakan aksara-aksara suci (modre) di anggauta tubuh tertentu, sebagai persiapan nuwur Ida Bhatara pesaksi.
- Matemayut, tujuannya: mengikat panca mahabhuta dan panca tan matra yang ada di tubuh ybs. dengan norma-norma agama: trikaya parisuda, yama-niyama brata, waspada pada musuh-musuh: sad-ripu, sapta-timira, dasa-mala, dll.
- Masalempang, tujuannya: meresapkan makna kesucian skala dan niskala.
- Me-sangga-urip, tujuannya: menyiapkan kedudukan Ida Bhatara pesaksi di Siwa-Dwara
- Mapadamel dengan sad rasa, tujuannya: menyiapkan sang mawinten agar mampu menjalani kehidupan yang baik/tentram, yakni: tahan menderita (rasa pahit), tahan pada kesusahan (rasa asam), tidak mudah marah (rasa pedis), disiplin (rasa sepet), suka belajar (rasa asin), dan tidak sombong bila berhasil (rasa manis)
- Mejaya-jaya, tujuannya: memohon kesucian Sapta-Gangga, yakni cipratan tirta siwamba, sebagai symbol kesucian tujuh sungai suci di India: Gangga, Sindu, Saraswaty, Yamuna, Godawari, Narmada, dan Sarayu
- Metapak, tujuannya: menstanakan Bhatara di Siwa Dwara sang mawinten, dan sebagai tanda (tapak) maka Nabe meletakkan padma angelayang di ubun-ubun (siwa dwara) sang mawinten.
- Makarowista, tujuannya: mengukuhkan pe-tapakan dengan symbol Ongkara
- Makalpika, tujuannya: memohonkan umur panjang bagi sang mawinten
- Mabija, tujuannya: memohon panugrahan Bhatara Wisnu agar sang mawinten hidup makmur dan sejahtera.
- Masamadi, tujuannya: natab banten pawintenan, dan mohon wara nugraha Bhatara.
Berpuasa
Selama tiga hari setelah upacara pawintenan, ybs.
wajib berpuasa “mutih” yakni dengan hanya memakan nasi putih dengan air dari
bungkak nyuh gading.
Masida Karya dan Matirta yatra
Sore dihari ketiga, sang mawinten natab banten sida
karya sebagai tanda berakhirnya prosesi upacara mawinten. Setelah masida karya,
esoknya dilanjutkan dengan matirta yatra ke Pura-Pura atau tempat suci menurut
keyakinan dan tradisi masing-masing warga.
Bhagawan Dwija
Tidak ada komentar:
Posting Komentar